CONTOH JURNAL (Review)
Judul : INTERAKSIONISME
SIMBOLIK DALAM PENDIDIKAN KARAKTER PADA KEGIATAN PRAMUKA DI SMA NEGERI 1 MOJOLABAN
A.
Latar
Belakang
“Dalam dunia proses pendidikan dikenal dua kegiatan yang cukup
elementer, yaitu kegiatan kurikuler dan kegiatan estrakurikuler” (Mulyono,
2009: 185). Kegiatan yang pertama adalah kegiatan kurikuler. Kegiatan ini
merupakan kegiatan pokok pendidikan yang didalamnya terjadi proses
belajar-mengajar antara peserta didik dan guru. Kegiatan pendidikan ini untuk
mendalami materi - materi pengetahuan yang berkaitan dengan tujuan pendidikan
dan kemampuan yang hendak diperoleh peserta didik. Sedangkan yang kedua
merupakan kegiatan yang disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan
tersebut dilakukan dalam rangka mengembangkan aspek-aspek tertentu dari apa
yang di temukan pada kurikulum yang sedang dijalankan. Kegiatan tersebut
termasuk yang berhubungan dengan bagaimana penerapan sesungguhnya dari ilmu
pengetahuan yang dipelajari oleh peserta didik.
Ekstrakurikuler Pramuka di SMA Negeri 1 Mojolaban dalam berkegiatan dibimbing oleh Dewan Ambalan. Dewan Ambalan adalah organisasi yang
diisi oleh kelas XI yang sukarela membantu membimbing kegiatan Pramuka dengan
pembinaan dari pembina utama. Adanya kegiatan rutin dan terprogram, dan keaktifan Dewan Ambalan atau pengurus kegiatan serta pendampingan dari pembina yang
selalu mengontrol
inilah yang membuat kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan berjalan aktif.
Peneliti tertarik untuk mengkritisi penyelenggaraan kegiatan
Pramuka yang selama ini dielu-elukan sebagai kegiatan pendongkrak karakter
peserta didik. Memahami secara realitasnya banyak peserta didik yang jenuh, merasa tertekan, dan terpaksa untuk mengikuti kegiatan Pramuka. Peserta didik
seakan-akan tidak menjadi dirinya
sendiri, tidak menjadi subjek dalam pola perilakunya, namun menjadi objek dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler wajib Pramuka di sekolahannya. Sulit menemukan perilaku
peserta didik yang
memiliki posisi “I” dalam kegiatan Pramuka. Dalam setiap kegiatan Pramuka, khususnya di SMA Negeri 1 Mojolaban peserta didik menunjukkan pola perilaku “Me”
menurut Mead dalam teorinya Interaksionisme Simbolik.
A.
Teori
Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead dalam Penyelenggaraan Kegiatan
Ekstrakurikuler Pramuka
Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Melalui konsep “I and Me” atau
“Aku” dan “Diriku” dalam teori interaksionisme simbolik milik George Herbert
Mead ini, Peneliti mencoba menggali jawaban tentang persepsi para peserta
didik dalam bentuk- bentuk kegiatan
Pramuka tersebut dengan analisis antara menjadi subjek atau objek. Lalu apakah di dalam
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikurikuler Pramuka di SMA Negeri 1 Mojolaban ini sudah ada hubungan antara bagian-bagian atau
komponen yang
terlibat di dalam kegiatan ekstrakurikuler Pramuka tersebut. Diantaranya apakah
sudah
ada hubungan yang baik dan saling bersinergi antara bagian kurikulum, pembina dan Dewan Ambalan selaku pembantu Pembina dan juga peserta
didik yang menerima materi pendidikan. Apakah kegiatan kepramukaan yang selama
ini dilaksanakan membawa dampak yang berarti kepada peserta didik.
Dampak yang diterima
dapat berupa dampak positif (baik), atau dampak negatif (buruk) yang membebani peserta didik dalam berkegiatan Pramuka. Melalui teori interaksionisme simbolik George
Herbert Mead dengan konsep “I and Me” tersebut maka peneliti akan mencoba
memahami perspektif di dalam individu peserta didik pada kegiatan Pramuka di SMA Negeri 1 Mojolaban.
A.
Pembahasan
1. Kegiatan Pramuka Bersifat Wajib
Mayoritas peserta didik mengikuti kegiatan Pramuka disebabkan
aturan wajib. Kegiatan Pramuka dasarnya adalah sebuah permainan yang mengandung
pendidikan menjadi sebuah kegiatan yang menegangkan. Peserta didik tidak suka
dengan cara Giat Operasional (giatops) dalam mendisiplinkan peserta didik.
Bentakan keras dan hukuman fisik dalam kegiatan kedisiplinan saat latihan rutin
tidak dapat dihindari oleh peserta didik yang melanggar tata tertib. Suatu
bentuk kegiatan yang dianggap “senam jantung” bagi para peserta didik, karena
dinilai perlakuan keterlaluan untuk sebuah nama kegiatan “kedisiplinan” di
ranah pendidikan sekolah.
Realisasi kegiatan yang dianggap “bully” oleh peserta didik
menjadikan diri mereka sebagai individu yang “tereksploitasi” kebebasannya. Ini
adalah salah satu bentuk “eksploitasi anak” yang dibalut oleh kebijakan
pemerintah. Inilah yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan menarik oleh
pemerintah. Khususnya Kemdiknas untuk segera mengambil sikap. Melakukan
penundaan kebijakan dengan memperbaiki kinerja stakeholder Pramuka, atau
menarik kembali kebijakannya.
1.
Tindakan
“Konsumsi” Pembina
Kegiatan Pramuka Bentuk kegiatan mencatat dengan tempo yang sangat cepat dan
materi yang diulang-ulang juga menimbulkan rasa bosan oleh peserta didik.
Bahkan kegiatan yang memiliki tujuan bersama dari pembina, Dewan Ambalan, dan
anggota (peserta didik) tidak ada koordinasi yang baik. Tindakan “konsumsi”
oleh pembina Pramuka menyebabkan bentuk-bentuk kegiatan Pramuka hanya
berlangsung secara turun-temurun. Pada kasus disini peserta didik sangat sulit
menjadi “I” seperti yang ditekankan oleh Mead mengenai pengembangan suatu
“personalitas yang jelas”.
2.
Realitas
Kegiatan Pramuka Membentuk Konsep “Me” Pada Diri Pesrta Didik
Konsep “Me” dalam
diri merupakan perilaku secara tanpa sadar diri menempatkan identitasnya dengan
topeng-topeng yang hanya menjadi objek dari harapan-harapan masyarakat,
khususnya pada ranah pendidikan. Peserta didik secara ideal harus mengikuti
kegiatan Pramuka sesuai dengan Peraturan dari pihak sekolah ataupun pemerintah.
Inilah kelalaian pembina sebagai stakeholder kegiatan Pramuka yang tidak mampu
membawa kegiatan Pramuka sesuai dengan prinsip dasarnya, dengan harapan dapat
membangun “karakter”. Namun akan menjatuhkan “karakter” anak sebagai peserta
didik yang diciptakan sebagai objek saja. Kegiatan yang hanya menciptakan individu
tidak menjadi personal yang aktif dan kreatif selayaknya konsep “I” menurut
Mead. Proses sosial yang apabila dilanjutkan bukan tidak mungkin akan
menciptakan psikis generasi pemuda yang selalu menerima dan pasif menjadi
“objek”, tanpa adanya kebebasan bertindak. Pembentukan konsep Mead mengenai
posisi “Me” sangat kental ditujukan kepada peserta didik dalam fenomena yang
terjadi pada kegiatan wajib ekstrakurikuler Pramuka.
A.
Kesimpulan
Mayoritas peserta didik mengikuti
kegiatan Pramuka disebabkan aturan wajib. Peserta didik tidak suka dengan cara
Giat Operasional (giatops) dalam mendisiplinkan peserta didik. Bentuk kegiatan
mencatat dengan tempo yang sangat cepat dan materi yang diulang-ulang juga
menimbulkan rasa bosan oleh peserta didik. Tindakan “konsumsi” oleh pembina
Pramuka menyebabkan bentukbentuk kegiatan Pramuka hanya berlangsung secara
turun-temurun. Pembentukan konsep Mead mengenai posisi “Me” sangat kental
ditujukan kepada peserta didik dalam fenomena yang terjadi pada kegiatan wajib
ekstrakurikuler Pramuka.
Comments
Post a Comment