Symbolic Convergence Theory (Review + Contoh)


SYMBOLIC CONVERGENCE THEORY
Bales menemukan bahwa mendramatisir adalah tipe yang signifikan komunikasi yang sering menumbuhkan keterpaduan kelompok. Mendiang profesor komunikasi di Universitas Minnesota yaitu Ernest Bormann, ia menemukan temuan Bales dan melakukan studi yang lebih luas terhadap kelompok – kelompok yang baru dibentuk untuk diteliti kemunculan kepemimpinannya, pengambilan keputusan, norma, keterpaduan, dan sejumlah fitur lain dari kehidupan berkelompok.
Hampir mirip dengan Bales, Bormann dan tim rekannya mengamati kelompok itu anggota sering mendramatisir (dramatizing) peristiwa yang terjadi di luar kelompok, hal-hal yang terjadi tempat di pertemuan sebelumnya, atau apa yang mungkin terjadi di antara mereka di masa depan. Kadang kisah-kisah ini gagal dan diskusi pun berubah arah. Namun di lain waktu anggota kelompok menanggapi dengan antusias dengan menambahkan pada cerita atau dikejar dengan narasi yang cocok mereka sendiri. Ketika drama ditingkatkan dengan cara ini, para anggota mengembangkan kesadaran kelompok bersama dan semakin dekat bersama. Atas dasar studi kasus yang luas, Bormann menetapkan prinsip penjelasan sentral dari Symbolic Convergence Theory (SCT)
“Berbagi fantasi kelompok menciptakan konvergensi simbolik”

DRAMATIZING MESSAGES : CREATIVE INTERPRETATIONS OF THERE-AND-THEN
Bahasa imajinatif oleh anggota kelompok yang menggambarkan peristiwa masa lalu, masa depan, atau di luar; interpretasi kreatif di lain tempat dan lain waktu. Symbolic Convergence Theory (SCT) mengklasifikasikan contoh-contoh ini dan banyak bentuk lain dari berbicara seperti mendramatiskan pesan dan percaya bahwa percakapan tentang hal-hal di luar apa yang sedang terjadi sekarang dapat sering melayani kelompok dengan baik. Sama seperti “Membayangkan kisah-kisah tentang kejadian masa lalu secara artistik mengatur apa yang biasanya lebih kompleks, ambigu, dan pengalaman kacau.”
Contoh : Ninda, Lina, Avel, Hana dan Tina pergi ke kampus dengan menggunakan kereta api. Mereka berjanjian mengumpul di stasiun Sudimara jam 12 setelah semuanya kumpul akhirnya menunggu kereta datang. Mereka mengira kereta datangnya cepat ternyata kereta datang jam 1 karena sedang ada keterlambatan pemberangkatan. Saat didalam kereta mereka tidak mendapatkan tempat duduk dan berdesakan karena didalam kereta itu penuh. Lalu Ninda mengatakan “Kalo tau bakal ngaret dan rame kaya gini lebih baik tadi kita naik Taxi Online, bisa duduk manis ga pegel. Soal macet kita bisa hindari lewat tol” kemudian teman – temannya menanggapinya dengan berfikir / berimajinasi jika tadi pergi ke kampus naik taxi online. Dengan cara seperti ini teman / anggota yang lainnya akan merasa antusias.

FANTASY CHAIN REACTIONS : UNPREDICTABLE SYMBOLIC EXPLOSIONS
Fantasy Chain atau rantai rantai fantasi adalah ledakan simbolis dari kesepakatan yang hidup dalam suatu kelompok sebagai tanggapan terhadap pesan dramatisasi anggota.  Bormann, memesan istilah fantasi untuk mendramatisasi pesan-pesan yang secara antusias direngkuh oleh seluruh kelompok. Kebanyakan pesan yang mendramatisasi tidak mendapatkan reaksi semacam itu. Bormann juga mengatakan bahwa kita dapat melihat rantai fantasi atau fantasy chain melalui respons umum terhadap citra tersebut.

Contoh : Salah satu kegiatan tahunan mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia yaitu mengadakan Inagurasi. Setelah acara inagurasi selesai pasti selalu diadakan evaluasi untuk tahu dimana saja kekurangan dan kejadian yang terjadi saat acara berlangsung. Ketua pelaksana inagurasi memberi tahu bahwa ada kekurangan saat acara berlangsung yaitu kurang mengajak audience untuk ke dekat panggung agar menyaksikan band – band yang sedang tampil, jadi pada saat band Z sedang tampil di sekitaran panggung sepi tidak ada yang menonton. Lalu panitia – panitia berimajinasi jika mereka tadi mengajak audience pasti kejadian ini tidak akan terjadi dan hal ini akan membuat panitia yang lain untuk memikirkan inagurasi yang selanjutnya agar tidak terjadi hal yang sama.

FANTASY THEMES—CONTENT, MOTIVES, CUES, TYPES
Fantasy adalah Interpretasi bersama yang kreatif dan imajinatif dari peristiwa yang memenuhi kebutuhan psikologis atau retoris kelompok. Fantasy theme yaitu isi fantasi yang telah dirangkai dalam suatu grup atau bisa dibilang unit analisis dasar Symbolic Convergence Theory (SCT). Saat kita melihat, tema fantasi memerintahkan secara konsisren dn selalu interpretatif. Artinya, tema fantasi bertindak sebagai retoris berarti mengayunkan orang yang ragu atau penantang.

SYMBOLIC CONVERGENCE: GROUP CONSCIOUSNESS AND OFTEN COHESIVENESS
            Symbolic convergence adalah Dua atau lebih pribadi dunia simbol cenderung ke arah satu sama lain, datang lebih dekat bersama, atau bahkan tumpang tindih; kesadaran kelompok, dan kepaduan. Bagi Bormann, konvergensi simbolis berarti jalan masuk yang “dua atau lebih dunia simbol pribadi cendurung ke arah satu sama lain, datang lebih berdekatan, atau bahkan tumpang tindih. " Anggota tidak lagi berpikir dalam hal I, me, dan mine ketika tumpang tindih simbolik terjadi, mereka mulai berpikir dan berbicara Tentang we, us, dan ours.
Symbolic Convergence biasanya menghasilkan kekompakan kelompok yang meningkat, anggota akan tertarik satu sama lain dan saling menempel melalui kesusahan dan kemudahan. Tapi tidak selalu, Bormann menganggap konvergensi simbolis seperti biasanya diperlukan tetapi tidak cukup penyebab kekompakan.

RHETORICAL VISION: A COMPOSITE DRAMA SHARED BY A RHETORICAL COMMUNITY
Rhetorical Vision  atau penglihatan retoris adalah Drama komposit yang menangkap kelompok besar orang menjadi realitas simbolis umum. Bormann dan rekan-rekannya mengembangkan prosedur yang disebut analisis tema fantasi untuk menemukan tema fantasi dan visi retoris yang telah dibuat.
Fantasy Theme Analysis
Analisis tema fantasi adalah jenis kritik retoris khusus yang dibangun di atas dua asumsi dasar, yang pertama orang yang menciptakan realitas sosial mereka — sebuah premis yang dibagikan oleh banyak ahli teori interpretatif dan yang kedua, makna dari orang-orang, motif, dan emosi dapat dilihat dalam retorika mereka.
 Bormann menyarankan agar mencari kritik itu setidaknya ada empat fitur yang hadir di semua penglihatan retoris.

1. Characters: Apakah ada pahlawan yang harus dirusak dan penjahat untuk dihina?

2. Plot lines: Apakah karakter bertindak dengan cara yang konsisten dengan visi retoris?

3. Scene: Bagaimana deskripsi waktu dan tempat meningkatkan dampak drama?

4. Sanctioning agent: Siapa atau apa yang melegitimasi visi retoris?

The Symbolic Creation of a Pro-Eating Disorder Rhetorical Vision
Ketika grup mulai berbagi drama yang menurut Anda akan berkontribusi untuk budaya yang sehat, Anda harus mengambil drama dan memenuhi rantai. Jika fantasi dapat merusak, menciptakan paranoia kelompok dan depresi, potong rantai itu jika memungkinkan. Untuk membangun kekompakan, gunakan personifikasi untuk mengidentifikasi kelompok Anda. Pastikan untuk mendorong dengan berbagi drama yang menggambarkan sejarah grup Anda di awal rapat.. Ingat bahwa upaya retoris yang sadar dapat berhasil memicu reaksi berantai, tetapi fantasi kemungkinan dapat merubahnya dengan tidak di sangka-sangka.

Contoh kasus
Ada sebuah Team Cheerleader sebut saja Team Blue. Mereka ingin mengikuti sebuah perlombaan Nasional yang akan diselenggarakan di Jakarta Selatan. Sudah 3tahun berturut – turut Team Blue memenangkan juara 2. Saat sedang istirahat dalam pelatihan, pelatih Team Blue berfantasi dengan teamnya bahwa mereka berhak memenangkan kompetisi itu sebagai juara 1. Akhirnya membuat Team Blue bersemangat dan tekun latihan untuk memenangkan lomba sebagai juara 1.

Comments

Popular posts from this blog

CHAPTER 20 : The Cultural Approach (Pendekatan Antar Budaya)

FUNCTIONAL PERSPECTIVE ON GROUP DECISION MAKING

CHAPTER 22: THE RHETORIC