Chapter 24 : Narrative Paradigm (Paradigma Naratif)


Source : A First Look at Communication Theory (By : Em Griffin)


Narrative Paradigm of Walter Fisher

Walter Fisher adalah profesor emeritus di Sekolah Komunikasi Annenberg Universitas Southern California. Sepanjang kehidupan profesionalnya, dia merasa tidak nyaman dengan pandangan yang berlaku bahwa retorika hanyalah masalah bukti, fakta, argumen, alasan, dan logika yang memiliki ekspresi tertinggi di pengadilan hukum, legislatif, dan badan-badan deliberatif lainnya. Pada tahun 1978, ia memperkenalkan konsep alasan yang baik, yang menyebabkan proposalnya tentang paradigma naratif pada tahun 1984. Dia mengusulkan bahwa menawarkan alasan yang baik lebih berkaitan dengan menceritakan kisah yang menarik daripada dengan menumpuk bukti atau membangun argumen yang ketat. Dia menggunakan istilah paradigma naratif untuk menyoroti keyakinannya bahwa tidak ada komunikasi ide yang murni deskriptif atau didaktik.

NARRATION AND PARADIGM: DEFINING THE TERMS
            Dalam buku A First Look At Communication Theory arti kata narasi sendiri adalah tindakan simbolis — kata-kata dan / atau perbuatan — yang memiliki urutan dan makna bagi mereka yang hidup, membuat, atau menafsirkannya. Naratif juga berasal dari kata narasi yaitu suatu cerita tentang peristiwa atau kejadian dengan adanya paragraf narasi yang disusun dengan merangkaikan peristiwa-peristiwa yang berurutan atau secara kronologis. Fisher menggunakan paradigma istilah untuk merujuk pada kerangka konseptual. Pada chapter 8 konstruktivisme Delia bahwa persepsi bukan sekadar masalah fisika penglihatan dan suara karena merupakan salah satu interpretasi Paradigma adalah model universal yang meminta orang untuk melihat peristiwa melalui lensa interpretif umum.

PARADIGM SHIFT: FROM A RATIONAL-WORLD PARADIGM TO A NARRATIVE ONE
            Rational Of Paradigm atau Paradigma dunia rasional adalah suatu pendekatan ilmiah atau filosofis terhadap pengetahuan yang menganggap manusia logis, membuat keputusan berdasarkan bukti atau fakta dan garis suatu argumen. Fisher mengemukakan 5 asumsi Rational Of Paradigm yaitu:
1.      Pada dasarnya orang adalah rasional
2.      Kami membuat keputusan atas dasar argumen.
3.      Jenis situasi berbicara menentukan jalannya argument (legal, ilmiah, legislatif)
4.      Rasionalitas ditentukan oleh seberapa banyak yang kita ketahui dan seberapa baik kita berdebat
5.      Dunia adalah seperangkat teka-teki logis yang dapat dipecahkan melalui analisis rasional
Narrative paradigm atau Paradigma naratif adalah mengemukakan keyakinan bahwa manusia adalah seorang pencerita (homo narrans) dan bahwa pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita. Khalayak cenderung dapat lebih terbujuk oleh sebuah cerita yang bagus dan menarik ketimbang oleh sebuah argument.
Fisher mengemukakan 5 asumsi paradigm naratif yang serupa dalam bentuk paradigm dunia rasional, tetapi isinya sangat berbeda, yaitu :
1.      Manusia atau khalayak pada dasarnya adalah pendongeng
2.      Membuat keputusan atas dasar yang baik, yang bervariasi tergantung pada situasi komunikasi, media dan genre (filosofis, teknis, retoris, atau artistik)
3.      Sejarah, biografi, budaya dan karakter menentukan apa yang kita anggap alas an yang baik
4.      Narasi rasionalitas ditentukan oleh koherensi dan kesetiaan dari cerita kita
5.      Dunia adalah seperangkat cerita yang kita pilih dan terus menciptakan kembali hidup kita

NARRATIVE RATIONALITY: COHERENCE AND FIDELITY
            Narrative rationality atau rasionalitas naratif adalah Suatu cara untuk mengevaluasi nilai cerita berdasarkan pada standar kembar dari koherensi naratif dan kesetiaan narasi. Menurut Fisher, tidak semua cerita sama-sama baik. Meskipun tidak ada jaminan bahwa orang tidak akan meniru cerita yang buruk, namun ia berpikir bahwa setiap orang menggunakan standar yang sama dari rasionalitas naratif pada cerita yang mereka dengar. Jadi mereka bersama – sama mengukur kebenaran dan kemanusiaan suatu kisah.
Narrative Coherence: Does the Story Hang Together?
            Narrative Coherence adalah konsistensi internal dengan karakter bertindak dengan cara yang dapat diandalkan; ceritanya menggantung bersama. Fisher menganggap konsistensi internal narasi yang mirip dengan garis argumen dalam paradigma rasional dunia. Dalam arti itu, paradigma naratifnya tidak mengabaikan atau mengganti logika. Sebaliknya, Fisher mendaftar uji alasan sebagai satu, tetapi hanya satu, dari faktor-faktor yang mempengaruhi koherensi narasi.
Cerita disimpan bersama ketika kami yakin bahwa narator tidak meninggalkan detail penting, memfitnah fakta, atau mengabaikan interpretasi yang masuk akal lainnya. Kami sering menilai koherensi narasi dengan membandingkannya dengan cerita lain yang kami dengar yang berhubungan dengan tema yang sama.

Narrative Fidelity: Does the Story Ring True and Humane?
            Narrative Fidelity adalah kesesuaian antara nilai-nilai yang tertanam dalam pesan dan apa yang dianggap pendengar sebagai benar dan manusiawi; cerita itu menyentuh nada yang responsif. Dia percaya sebuah cerita memiliki ketaatan ketika itu memberikan alasan yang baik untuk memandu tindakan masa depan kita. Ketika kita membeli sebuah cerita, kita membeli jenis karakter yang seharusnya. Dengan demikian, nilai-nilai itulah yang menentukan logika paradigma narasi dari alasan-alasan yang baik terlepas dari logika alasan paradigma dunia rasional.
            Logika alasan yang baik berpusat pada lima masalah terkait nilai :
1.      Nilai-nilai yang tertanam dalam pesan,
2.      Relevansi nilai-nilai tersebut dengan keputusan yang dibuat,
3.      Konsekuensi dari mengikuti nilai-nilai itu,
4.      Tumpang tindih dengan pandangan dunia audiens, dan
5.      Kesesuaian dengan apa yang diyakini oleh anggota audiens adalah "basis ideal untuk perilaku."
Fisher menunjukkan bahwa ada audiensi ideal (Ideal audience) atau masyarakat permanen yang mengidentifikasi nilai-nilai manusiawi yang diwujudkan oleh sebuah kisah yang baik. Ideal audience adalah komunitas nyata yang ada sepanjang waktu yang percaya pada nilai-nilai kebenaran, kebaikan, kecantikan, kesehatan, kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, keadilan, harmoni, keteraturan, persekutuan, persahabatan, dan kesatuan dengan kosmos.

Comments

Popular posts from this blog

CHAPTER 20 : The Cultural Approach (Pendekatan Antar Budaya)

FUNCTIONAL PERSPECTIVE ON GROUP DECISION MAKING

CONTOH KASUS PERUSAHAAN (CHAPTER 21: CRITICAL THEORY OF COMMUNICATION IN ORGANIZATIONS)