Participatory Media


Budaya yang lebih partisipatif selalu menjadi salah satu janji besar dari media baru. Ruang lingkup untuk lebih partisipatif muncul dari perbedaan struktural media baru yang jelas dari bentuk komunikasi massa yang telah menjadi model dominan dalam masyarakat abad ke-20. Harold Lasswell menyatakan  komunikasi itu tentang :
1.      Who (sender) pengirim
2.      Says what (message) pesan
3.      In which channel (media)
4.      To whom (receiver) penerima
5.      With what effect?
Paradigma komunikasi masa bertumpu pada model komunikasi transmisi, yang memungkinkan untuk faktor-faktor seperti umpan balik (feedback), kebisingan dan gangguan sinyal komunikasi sebagai aliran satu arah pesan dari sender (biasanya minim) ke receivers (biasanya banyak). Kastel manuel menggambarkan pergeseran dari komunikasi massa ke komunikasi massa secara massal, berbasis di sekitar 'jaringan horisontal komunikasi interaktif yang menghubungkan lokal dan global dalam waktu yang dipilih'

Participatory media
            Hulcliins Cosmmission on Freedom of Uhe Piess, yang didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1942, memberikan Laporan Akhir pada tahun 1947 bahwa pers yang bertanggung jawab tidak hanya memiliki laporan penuh, Kejujuran dan peristiwa komprehensi, tetapi juga harus 'berfungsi sebagai Forum untuk pertukaran Komentar kritik', serta memberikan 'gambaran perwakilan dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat'
Participatory media memiliki 2 elemen dasar, yaitu :
1.      Bentuk-bentuk media yang secara beragam disebut radikal, komunitas atau alternatif yang secara sadar disusun untuk berbeda dengan media mainstream.
2.      Ada media dan cultural literature soal pengembangan budaya partisipatif di sekitar media mainstream, misalnya dalam studi tentang budaya penggemar (fan cultures) dan khalayak aktif (active audiences).
Chris Atton mendefinisikan media alternative sebagai berikut :
1.      De-Professionalisation            : kapasitas untuk menulis, menerbitkan dan distribusi suatu media, ide dan komentar, tidak tergantung pada skill, niai dan norma, bukan bagian dari perolehan konstributor yang menyebarkan material seperti itu.
2.      De-Institution                          : Kemampuan untuk mendapatkan penjelasan konten media (perspektif alternative dalam berita, investigasi jurnali, alternative musik dan lain-lain)
3.      De-Capitalisation                    : keterbukaan untuk mendistribusikan media dalam segala bentuk.
Pro-Arms Membuat Media dan Kreativitas Sehari-hari
            Dari berbagai jenis media dan teknologi serta platform 2.0 yang dijelaskan oleh Rheingold, diidentifikasikan 3 kecenderungan yang berhubungan  :
o   Flattened Hierarchies antara konten produser dan konsumen dalam usia many-to-many komunikasi media.
o   New Opportunities for Participation dan kekuatan yang ditingkatkan untuk saling terhubung dengan orang lain yang memiliki minat yang sama
o   Network Amplification dimana jaringan sosial memungkinkan lebih luas, lebih cepat, dan biasa yang dikeluarkan lebih sedikit untuk koordinasi aktivitas atau lebih murah
Sebagai contohnya, Lessig mengibaratkan dengan camera dan fotografi, yaitu kamera mungkin dapat dibeli dan digunakan oleh semua orang walaupun ia tidak bisa menggunakannya. Perbedaannya adalah yang professional dengan yang amatir saat menggunakan kamera. Professional menggunakan kamera kualitas tinggi sedangkan yang amatir kualitas rendah dan tidak menggunakan red room untuk mencetak foto tidak seperti yang professional.
Studi Media 2.0
Terdapat 3 elemen dasar dari Studi Media 2.0 yaitu  :
1.      Konvergensi Industri Media, platforms dan konten, dan cara dimana internet mengubah media pada setiap level
2.      Perbedaan menjadi kabur, antara produser media dan audiens, sejalan dengan pertumbuhan angka ang menjadi creator, kurator, pengaruh dan re-mixers dari digital media
3.      Ketertarikan kepada “keterlibatan sehari-hari dan memungkinkan kreatif dari media seperti yang dibandingan dengan focus tradisional studi media pada media profesional”

Digital Dialogue or Convergence Scepticism? Assessing Participatory Media Culture
Elemen lain yang termasuk dalam studi digital media menurut Hartley        :
            Mengamati audiens dan konsumen dalam lingkungan media sosialnya “setiap orang adalah produser” dan “dapat menyebarkan dan jua membaca media massa”. Lingkaran pubik sebagai suatu yang didebatkan dan didominasi oleh kaum elit professional, memberikan jarak yang lebih lebar dari agen sosial.
Tuner mengelompokan skeptic sebagai tingkat media sosial yang digunakan untuk distribusi konten original dibandingkan melihat materi, secara rutin berlebihan. Dimana banyak suara-suara yang baru muncul melalui media online.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

CHAPTER 20 : The Cultural Approach (Pendekatan Antar Budaya)

FUNCTIONAL PERSPECTIVE ON GROUP DECISION MAKING

CONTOH KASUS PERUSAHAAN (CHAPTER 21: CRITICAL THEORY OF COMMUNICATION IN ORGANIZATIONS)